Selamat
datang Coy (Bro, Sis, dan , gan udah terlalu mainstream) di blog dan postingan
pertama saya. Dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi sedikit pengalaman saya berkunjung ke pondok Modern Darussalam
Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo. Dua pondok ini sudah
memiliki nama besar di kota Ponorogo dan Sekitarnya. Tujuan saya berkunjung
hanya menyelesaikan misi rahasia saya untuk menemui dua tokoh penting yang
tinggal di wilayah kedua pondok tersebut. Mengenai misinya adalah memberikan
surat gulungan, eh ... maksud saya undangan. Di bawah ini adalah gerbang menuju
surga yang ada di dunia. Ups, becanda coy, maksud saya pintu masuk menuju pondok
Pesantren Modern Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di
Ponorogo.
pintu masuk pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
pintu masuk Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo
Kedua
pondok ini memiliki area yang cukup luas dan santri yang begitu banyak. Pertama
saya akan menceritakan tentang pondok dengan suasana serba hijau yaitu Pondok
Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo. Tidak perlu waktu lama untuk mencari
orang yang saya cari. Saya bertanya pada salah satu santri putri yang berdiri
di pinggir jalan pintu masuk. Entah kenapa suasananya begitu tenang dan damai..
Terlihat ada beberapa santri yang sedang menggambar, mungkin menggambar
kaligrafi?. Setelah memberikan surat undangan, saya langsung bergegas menuju ke
pondok Modern Darussalam Gontor.
Berikut
sedikit informasi tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
di Ponorogo. Pada masa penjajahan Belanda
di Indonesia,
penyiaran agama
Islam
pada umumnya mengalami hambatan dan kesulitan. Demikian halnya di desa Ngabar yang keadaannya masih sangat
mundur, baik di bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya,
terutama di bidang pengamalan agama Islam. Kebiasaan minum arak, candu, dan berjudi merajalela di
tengah masyarakat. Pengajaran agama Islam saat itu mengalami tantangan keras dari masyarakat Ngabar yang terbiasa dengan perbuatan
maksiat seperti judi dan minuman keras. KH. Mohammad Thoyyib yang
merupakan salah satu penduduk desa Ngabar berusaha mencari cara mengubah
perilaku semacam itu. Untuk menghindari benturan sosial, Kyai Thoyyib memilih lewat
jalur pendidikan.
Untuk mewujudkan cita-citanya,
dimasukkanlah putra-putranya ke pondok Pesantren
Salafiyah yang berada di Ponorogo,
seperti Pesantren
Joresan dan Pesantren Tegalsari. Kemudian untuk
penyempurnaan pembinaan kader-kader ini dimasukkannya putra-putranya ke Pondok Modern Darussalam Gontor.
Diajak pula kawan seperjuangannya untuk turut serta mengkaderkan putranya ke
pesantren-pesantren tersebut.
Sebagai rintisan, didirikan
lembaga pendidikan Islam
pertama berupa Madrasah Diniyyah Bustanul Ulum Al-Islamiyah (BUI) pada
tahun 1946.
Awalnya, madrasah ini masuk sore lalu berubah pagi. Nama pun diganti menjadi Madrasah
Ibtidaiyah Mambaul Huda Al-Islamiyah pada tahun 1958. Untuk menampung
lulusan sekolah ini, pada tahun 1958 dibuka madrasah tingkat lanjutan yang bernama Tsanawiyah
lil Mu‘allimin. Kemudian berganti menjadi Manahiju Tarbiyatil
Mu‘allimin/Mu‘allimat Al-Islamiyah pada tahun 1972. Pada tahun 1980 berubah lagi menjadi Tarbiyatul
Mu‘allimin al-Islamiyah dan Tarbiyatul Mu‘allimat al-Islamiyah.
Sebelum tahun 1961, seluruh siswa yang
nyantri berasal dari daerah sekitar Ngabar, baru pada tahun 1961 datanglah sembilan
orang santri yang berasalkan dari daerah di luar Ponorogo
yang dengan sendirinya memerlukan tempat tinggal. Kedatangan mereka membuka
lembaran baru dengan didirikanya secara resmi Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar 4 April
1961.
Pemilihan Wali Songo
sebagai nama pondok ini bukan tanpa alasan. Para wali dianggap berjasa besar
dalam penyebaran agama Islam khusus di pulau Jawa. Perjuangan para wali ini sangat
berkesan di hati pendiri Pondok Ngabar hingga memberi nama Wali Songo.
Nama itu juga didorong dua hal. Pertama, keinginan mengingat jasa-jasa para
wali dalam bidang dakwah Islam di Indonesia. Kedua, keinginan mewarisi
sekaligus meneruskan semangat dan usaha para wali dalam menyebarluaskan ajaran
agama Islam. Selain itu, santri pertama yang datang ke pesantren ini ada
sembilan orang dari berbagai daerah. Selebihnya bisa dilihat di
wikipedia atau situs pondok pesantren Wali Songo Ngabar itu sendiri.
Berikutnya
dalam postingan ini tentang Pondok pesantren Modern Darussalam Gontor yang
terletak di ponorogo
Jawa Timur ini mencerminkan langit yang sedang cerahnya. Itu
hanya ibarat saja. Setelah memasuki gerbang saya terkejut, ramai sekali. Para
santri pada waktu sore terlihat sedang berolahraga. Ada yang bermain bola, ada
yang bermain basket, dan ada juga yang terlihat jalan-jalan karena sehabis
mandi. Ketika melihat sandri bermain sepak bola dilapangan yang cukup luas,
saya penasaran. Kok terlihat banyak sekali pemainnya. Setelah say hitung
ternyata satu tim terdiri lebih dari 12 pemain. Hahaha (ketawa) ketika bola
kesana kemari dikeroyok pemain sebanyak itu. Setelah itu saya lanjutkan untuk
bertanya ke salah satu perempuan yang sedang menjaga toko kecil yang ada di
dalam pondok Modern Darussalam Gontor. Entah kenapa perempuan ini terus menatap
saya. Lupakan soal ini. Berikutnya saya langsung menuju rumah salah satu tokoh
penting dari pondok ini untuk memberikan undangan. Setelah iu saya bergegas
pergi karena masih ada beberapa undangan yang belum saya hantarkan. Kesan saya
setelah memasuki pondok ini, suasananya terlihat wah ata lebih tepatnya WOW
luar biasa... cerah dan ceria. Maaf tak pandai mengibaratkan sesuatu seperti
ini. Uniknya di pondok ini ada beberapa santri yang sedang menghafalkan entah
itu surat, hadist atau lainnya yang jelas mereka sambil beraktifitas seperti
bermain bola basket, sepak bola sambil memegang lembaran kertas. Kesannya
seperti di film-film saja tapi ini nyata ... berikut sekelumit sejarah pondok
Modern Darussalam Gontor. Pondok
Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh tiga bersaudara putra Kiai
Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin
Fananie, dan KH Imam Zarkasy yang kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.
Pada masa itu pesantren
ditempatkan di luar garis modernisasi, para santri
pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan
pengetahuan umum. Trimurti kemudian menerapkan format baru dan mendirikan
Pondok Gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah
metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan
sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum.
Pada awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal (setingkat
taman kanak-kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimin
Al-Islamiah (KMI) yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Gontor
mendirikan Institut Studi Islam Darussalam
(ISID).
Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf
yang beranggotakan tokoh-tokoh alumni pesantren dan tokoh yang peduli Islam
sebagai penentu Kebijakan Pesantren dan untuk pelaksanaannya dijalankan oleh
tiga orang Pimpinan Pondok(Kyai) yaitu KH Hasan Abdullah Sahal (Putra KH Ahmad
Sahal). Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasy (putra KH Imam Zarkasy)dan KH Syamsul
Hadi Abdan,S.Ag. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh ini, melanjutkan pola
Trimurti (Pendiri).
Pada saat peristiwa Madiun tahun
1948 saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan Madiun (Madiun, Ponorogo,
Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuhi banyak tokoh agama, dimana pada saat
itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor diliburkan dan santri
serta ustadnya hijrah guna menghindar dari kejaran pasukan Muso. KH Ahmad
Sahal(alm) selamat dalam persembunyian di sebuah Gua di pegunungan daerah
Mlarak. Gua tersebut kini disebut dengan Gua Ahmad Sahal. Kegiatan Pendidikan
Pesantren dilanjutkan kembali setelah kondisi normal.
Pandangan Modern KH Ahmad Sahal,
sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua adiknya yaitu KH Zainudin Fanani
dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam menyekolahkan putra-putrinya selain
di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs. H. Ali Syaifullah Sahal
(alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di IKIP
Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.
Dan tentu menjadi bahan pemikiran
anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan Pesantren Gontor menjadi semacam
Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang memiliki berbagai bidang
kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.
Pada tahun 1994 didirikan pondok
khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan tinggi yang khusus menerima
alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf seluas 187 hektare.
Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan
Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi,
satu cabang di Sulawesi Tenggara dan satu di Kediri.
Hingga kini gontor telah memiliki
17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/
santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para
pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.untuk lebih jelasnya
llangsung kunjungi situs webnya atau mendengarkan siaran radionya.
Demikianlah pengalaman saya waktu
mengunjungi kedua pondok diatas. semoga memberi manfaat pada para pembaca
semua. Akhir kata sampai jumpa pada postinga saya berikutnya Coy.