Minggu, 10 Mei 2015

Berkunjung ke pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo



Selamat datang Coy (Bro, Sis, dan , gan udah terlalu mainstream) di blog dan postingan pertama saya. Dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi sedikit pengalaman  saya berkunjung ke pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo. Dua pondok ini sudah memiliki nama besar di kota Ponorogo dan Sekitarnya. Tujuan saya berkunjung hanya menyelesaikan misi rahasia saya untuk menemui dua tokoh penting yang tinggal di wilayah kedua pondok tersebut. Mengenai misinya adalah memberikan surat gulungan, eh ... maksud saya undangan. Di bawah ini adalah gerbang menuju surga yang ada di dunia. Ups, becanda coy, maksud saya pintu masuk menuju pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo. 


pintu masuk pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
 pintu masuk Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo

Kedua pondok ini memiliki area yang cukup luas dan santri yang begitu banyak. Pertama saya akan menceritakan tentang pondok dengan suasana serba hijau yaitu Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo. Tidak perlu waktu lama untuk mencari orang yang saya cari. Saya bertanya pada salah satu santri putri yang berdiri di pinggir jalan pintu masuk. Entah kenapa suasananya begitu tenang dan damai.. Terlihat ada beberapa santri yang sedang menggambar, mungkin menggambar kaligrafi?. Setelah memberikan surat undangan, saya langsung bergegas menuju ke pondok Modern Darussalam Gontor.
Berikut sedikit informasi tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di Ponorogo.  Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, penyiaran agama Islam pada umumnya mengalami hambatan dan kesulitan. Demikian halnya di desa Ngabar yang keadaannya masih sangat mundur, baik di bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya, terutama di bidang pengamalan agama Islam. Kebiasaan minum arak, candu, dan berjudi merajalela di tengah masyarakat. Pengajaran agama Islam saat itu mengalami tantangan keras dari masyarakat Ngabar yang terbiasa dengan perbuatan maksiat seperti judi dan minuman keras. KH. Mohammad Thoyyib yang merupakan salah satu penduduk desa Ngabar berusaha mencari cara mengubah perilaku semacam itu. Untuk menghindari benturan sosial, Kyai Thoyyib memilih lewat jalur pendidikan.
Untuk mewujudkan cita-citanya, dimasukkanlah putra-putranya ke pondok Pesantren Salafiyah yang berada di Ponorogo, seperti Pesantren Joresan dan Pesantren Tegalsari. Kemudian untuk penyempurnaan pembinaan kader-kader ini dimasukkannya putra-putranya ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Diajak pula kawan seperjuangannya untuk turut serta mengkaderkan putranya ke pesantren-pesantren tersebut.
Sebagai rintisan, didirikan lembaga pendidikan Islam pertama berupa Madrasah Diniyyah Bustanul Ulum Al-Islamiyah (BUI) pada tahun 1946. Awalnya, madrasah ini masuk sore lalu berubah pagi. Nama pun diganti menjadi Madrasah Ibtidaiyah Mambaul Huda Al-Islamiyah pada tahun 1958. Untuk menampung lulusan sekolah ini, pada tahun 1958 dibuka madrasah tingkat lanjutan yang bernama Tsanawiyah lil Mu‘allimin. Kemudian berganti menjadi Manahiju Tarbiyatil Mu‘allimin/Mu‘allimat Al-Islamiyah pada tahun 1972. Pada tahun 1980 berubah lagi menjadi Tarbiyatul Mu‘allimin al-Islamiyah dan Tarbiyatul Mu‘allimat al-Islamiyah.
Sebelum tahun 1961, seluruh siswa yang nyantri berasal dari daerah sekitar Ngabar, baru pada tahun 1961 datanglah sembilan orang santri yang berasalkan dari daerah di luar Ponorogo yang dengan sendirinya memerlukan tempat tinggal. Kedatangan mereka membuka lembaran baru dengan didirikanya secara resmi Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar 4 April 1961.
Pemilihan Wali Songo sebagai nama pondok ini bukan tanpa alasan. Para wali dianggap berjasa besar dalam penyebaran agama Islam khusus di pulau Jawa. Perjuangan para wali ini sangat berkesan di hati pendiri Pondok Ngabar hingga memberi nama Wali Songo. Nama itu juga didorong dua hal. Pertama, keinginan mengingat jasa-jasa para wali dalam bidang dakwah Islam di Indonesia. Kedua, keinginan mewarisi sekaligus meneruskan semangat dan usaha para wali dalam menyebarluaskan ajaran agama Islam. Selain itu, santri pertama yang datang ke pesantren ini ada sembilan orang dari berbagai daerah. Selebihnya bisa dilihat di wikipedia atau situs pondok pesantren Wali Songo Ngabar itu sendiri.

Berikutnya dalam postingan ini tentang Pondok pesantren Modern Darussalam Gontor yang terletak di ponorogo Jawa Timur ini mencerminkan langit yang sedang cerahnya. Itu hanya ibarat saja. Setelah memasuki gerbang saya terkejut, ramai sekali. Para santri pada waktu sore terlihat sedang berolahraga. Ada yang bermain bola, ada yang bermain basket, dan ada juga yang terlihat jalan-jalan karena sehabis mandi. Ketika melihat sandri bermain sepak bola dilapangan yang cukup luas, saya penasaran. Kok terlihat banyak sekali pemainnya. Setelah say hitung ternyata satu tim terdiri lebih dari 12 pemain. Hahaha (ketawa) ketika bola kesana kemari dikeroyok pemain sebanyak itu. Setelah itu saya lanjutkan untuk bertanya ke salah satu perempuan yang sedang menjaga toko kecil yang ada di dalam pondok Modern Darussalam Gontor. Entah kenapa perempuan ini terus menatap saya. Lupakan soal ini. Berikutnya saya langsung menuju rumah salah satu tokoh penting dari pondok ini untuk memberikan undangan. Setelah iu saya bergegas pergi karena masih ada beberapa undangan yang belum saya hantarkan. Kesan saya setelah memasuki pondok ini, suasananya terlihat wah ata lebih tepatnya WOW luar biasa... cerah dan ceria. Maaf tak pandai mengibaratkan sesuatu seperti ini. Uniknya di pondok ini ada beberapa santri yang sedang menghafalkan entah itu surat, hadist atau lainnya yang jelas mereka sambil beraktifitas seperti bermain bola basket, sepak bola sambil memegang lembaran kertas. Kesannya seperti di film-film saja tapi ini nyata ... berikut sekelumit sejarah pondok Modern Darussalam Gontor. Pondok Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh tiga bersaudara putra Kiai Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fananie, dan KH Imam Zarkasy yang kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.
Pada masa itu pesantren ditempatkan di luar garis modernisasi, para santri pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan pengetahuan umum. Trimurti kemudian menerapkan format baru dan mendirikan Pondok Gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum. Pada awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal (setingkat taman kanak-kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimin Al-Islamiah (KMI) yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Gontor mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).
Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf yang beranggotakan tokoh-tokoh alumni pesantren dan tokoh yang peduli Islam sebagai penentu Kebijakan Pesantren dan untuk pelaksanaannya dijalankan oleh tiga orang Pimpinan Pondok(Kyai) yaitu KH Hasan Abdullah Sahal (Putra KH Ahmad Sahal). Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasy (putra KH Imam Zarkasy)dan KH Syamsul Hadi Abdan,S.Ag. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh ini, melanjutkan pola Trimurti (Pendiri).
Pada saat peristiwa Madiun tahun 1948 saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan Madiun (Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuhi banyak tokoh agama, dimana pada saat itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor diliburkan dan santri serta ustadnya hijrah guna menghindar dari kejaran pasukan Muso. KH Ahmad Sahal(alm) selamat dalam persembunyian di sebuah Gua di pegunungan daerah Mlarak. Gua tersebut kini disebut dengan Gua Ahmad Sahal. Kegiatan Pendidikan Pesantren dilanjutkan kembali setelah kondisi normal.
Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua adiknya yaitu KH Zainudin Fanani dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs. H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.
Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan Pesantren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.
Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf seluas 187 hektare. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi, satu cabang di Sulawesi Tenggara dan satu di Kediri.
Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.untuk lebih jelasnya llangsung kunjungi situs webnya atau mendengarkan siaran radionya.
Demikianlah pengalaman saya waktu mengunjungi kedua pondok diatas. semoga memberi manfaat pada para pembaca semua. Akhir kata sampai jumpa pada postinga saya berikutnya Coy.